Tempe Purbalingga Bertahan Anti Krisis =Imbas kenaikan harga bahan baku kedelai impor tidak berpengaruh kepada produsen tahun tempe di Purbalingga, Jawa Tengah. Di sentra produsen tahu tempe daerah Kalikabong dan Klapasawit misalnya, para produsen tahu tempe tetap berproduksi meski jumlah produksinya berkurang.
Salah satu produsen tempe di Klapasawit, Wagiri mengungkapkan bahwa dirinya beserta para produsen lainnya tidak ikut mogok nasional. Dia memilih tetap membuat tempe. Namun sejak harga kedelai naik, dirinya hanya mampu memasak sebanyak 25 kg per hari, sebelumnya dapat mencapai 40 kg per hari.
"Ikut–ikutan mogok tidak mungkin karena di desa nanti tidak dapat uang, cuma jumlah kedelai yang dimasak dikurangi agar tetap bertahan meski keuntungan yang didapat tipis," ungkapnya di Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (10/9/2013).
Hal sama juga dialami Juwedi, produsen tahu di sentra produsen tahu Desa Kalikabong ini mengungkapkan bahwa naiknya harga kedelai sangat memukul usahanya, namun dirinya mengatakan masih tetap bertahan membuat tahu. Pasalnya membuat tahu menjadi satu-satunya mata pencahariannya sejak lama.
Menurut Juwedi, agar terus sapat bertahan, dirinya menyiasatinya dengan mengurangi ukuran tahu, jika biasanya dalam sekali masak bisa mnejadi 200 tahu, kini ukurannya diperkecil hingga menjadi 220 tahu.
"Tetap produksi, biasa 50 kg kedelai per hari sekarang hanya mampu 30 kg per hari saja. Ukuran tahunya juga diperkecil, kalau tidak diperkecil tidak dapat untung," jelasnya.
Saat ini harga kedelai di Purbalingga sendiri sudah mencapai Rp9.600 per kg atau naik dari sebelumnya Rp7.200. Meski keuntungan yang didapat tipis, namun produsen tetap bertahan berproduksi di tengah naiknya harga kedelai. (kie)